Tuesday, May 14, 2024

Membaca dan Menulis

Hari ini rasanya tiba-tiba ingin menulis. Mari kita bahas tentang hobi membaca dan menulisku.

Sejak kecil, aku selalu dibiasakan untuk membaca oleh Papa. Papa selalu membelikan dan membacakan buku-buku cerita ataupun majalah yang sesuai dengan umurku--kadang membantuku menuliskan cerita khayalanku juga. Waktu SD juga dipaksa untuk rajin baca koran, tapi... hehehe tentu saja tidak kubaca. Aku hanya menyentuh koran apabila ingin melihat jadwal tayangan tv atau film yang sedang tayang di bioskop (langung ketahuan ya aku lahir di generasi apa? hahaha).

Waktu SD dan keadaan ekonomi keluargaku masih cukup baik (tidak sekaya orang lain, tapi cukup), entah seminggu sekali atau mungkin dua minggu sekali, aku tidak terlalu ingat, aku sering diajak untuk ke toko buku. Biasanya diberi jatah maksimal total harga yang boleh kubeli. Dulu buku-buku rasanya murah sekali, jadi aku bisa membawa pulang banyak buku dengan total harga yang tidak terlalu besar (apa aku merasakan ini karena dulu buku yang aku beli buku anak-anak yang tipis-tipis dan tidak bayar sendiri ya? Jadi ketika sekarang mau membeli novel rasanya mahal sekali untuk 1 buku saja).

Dalam satu hari aku bisa menyelesaikan 2-3 buku. Bahkan ketika bacaanku mulai menebal seperti buku KKPK dan PinkBerry, mungkin bisa selesai dalam sehari atau kurang dari 2 hari. Intinya aku sangat suka membaca. Ditambah aku bisa membayangkan cerita-cerita itu menjadi sebuah live action di kepalaku. Seru sekali.

Hobi membacaku ini berlanjut sampai SMA. Dan hobi menulisku dimulai dari SMP. Sebenarnya waktu SD juga suka menulis, tapi hanya menulis diari. Sewaktu SMP aku mulai menulis fanfiction yang mana tulisannya tidak pernah selesai hahaha. Aku senang menulis, tapi tidak pandai membuat alur cerita. Saat SMA aku mulai senang dengan membuat cerita fiksi yang sosoknya mungkin kuambil dari orang-orang di sekitarku. Tulisan paling banyak yang aku buat itu ketika sedang jatuh cinta dengan teman sekelas/seangkatan atau kakak kelas. Khayalan-khayalanku aku tuangkan dalam bentuk tulisan.

Sewaktu kuliah, aku mulai mengalami reading slump, tapi pengetahuanku dalam menulis terbantu karena ilmu-ilmu yang aku dapatkan dari jurusan bahasa yang aku jalani. Jadi aku semakin senang menulis karena aku mulai bisa membuat kalimat yang lebih efektif dan enak dibaca. Dari masa ini, genre tulisanku berubah dari fiksi menjadi... apa ya namanya? Intinya sih aku menulis tentang apapun yang aku rasakan, tapi dalam bentuk... ah... entah itu prosa atau apa ya sebutannya. Aku takut salah. Dan aku juga jadi lebih sering menulis ceritaku seperti yang sedang kalian baca ini. Semacam another level of diary, tulisannya lebih baik dari diari dan lebih nikmat dibaca (pede sekali ya menyebut tulisan sendiri 'enak dibaca' hahaha).

Aku juga memberanikan mengunggah tulisan-tulisanku di blog ini walaupun sebenarnya malu, tapi aku butuh didengarkan, jadi aku tetap mengunggahnya. Aku dulu merasa tidak ada orang yang mendengarkan ceritaku, setiap aku bercerita, tidak ada orang yang fokus mendengarkanku. Semuanya sembari sibuk melakukan hal lain ataupun bisik bisik membicarakan hal lain. Yaa, mereka tetap mendengarkanku, tapi rasanya seperti tidak sepenuhnya didengarkan. Jadi aku mencari tempat lain yang bisa kujadikan tempat bercerita. Kenapa jadi melenceng ya ceritanya hahaha. Kembali ke topik,

belakangan setelah lulus, aku mulai kehilangan kebiasaan menulisku yang seperti dulu. Alasan pertamanya karena aku banyak mengalami hal kurang baik selama tahun terakhir perkuliahanku - wisuda, lalu ditambah reading slump sialan itu. Setiap aku mencoba menulis, rasanya tulisanku jelek sekali. Tulisannya berantakan, diksinya tidak ada yang sesuai dengan yang aku rasakan. Seperti kehilangan sebagian besar kosakata dan pengetahuan PUEBI/EYD yang aku punya. Jadi setiap mencoba menulis, hampir semuanya aku timbun dalam laptop. Tidak ada yang aku unggah. Tulisannya memalukan buatku

Tapi akhir-akhir ini aku menemukan keinginan untuk menulis lagi, aku bahkan ingin lebih sering mengunggah di blog dan menghidupkan blog-ku ini. Mungkin tulisannya masih kurang bagus, tapi akan aku coba sering menulis supaya kemampuan menulisku meningkat lagi. Plus keinginan membacaku juga mulai muncul lagi. Tidak serajin dan sesemangat dulu, tapi sedikit-sedikit bisa menghabiskan buku tertentu dalam waktu singkat seperti dulu.

Hmm.. setiap menuju akhir dan penutup cerita aku selalu bingung harus menulis apa -_-"

Yahh, intinya adalah aku ingin rajin menulis lagi. Semoga ini bukan sekadar wacana ya, dan aku juga bisa rajin membaca lagi seperti dulu.

Dadah, sampai bertemu di tulisan selanjutnya ;)

Thursday, August 17, 2023

Pertemanan

Tahun ini aku tidak seperti biasanya, tidak menjadi panitia 17-an di kompleksku karena satu dan lain hal. Akhirnya hari ini, tepat di 17 Agustus 2023, aku datang ke upacara pengibaran bendera RW tempat aku tinggal dulu (aku bergabung dengan organisasi di rumahku yang dulu). Saat sedang mengobrol dengan teman-temanku di waktu santai, aku menyadari bahwa aku benar-benar merindukan mereka. Aku merindukan saat-saat kami berkumpul, mengobrol, menghabiskan waktu bersama. Aku benar-benar menikmati waktu yang aku habiskan bersama mereka--walaupun sambil berkali-kali overthinking, khawatir aku salah bertindak atau salah bicara. Entah kenapa aku selalu merasakan hal itu setahun ke belakang setiap mengobrol dengan teman-teman kompleksku. Ya mungkin karena aku juga menyadari kalau aku seringkali terbawa suasana sehingga tidak menyadari bahwa apa yang kubicarakan adalah sesuatu yang salah atau bisa diputarbalikkan oleh orang lain.

Sedikit berbeda dengan topik yang ingin aku bicarakan di awal sebenarnya, tetapi setahun ke belakang aku benar-benar banyak merefleksikan diri dari segala sesuatu yang terjadi di pertemanan kami. Di saat ada suatu masalah terjadi dan aku menemukan keburukan atau hal yang membuatku marah/kesal pada teman-temanku, di sisi lain aku pun menyadari ternyata aku juga punya andil pada masalah tersebut. Aku menyadari bahwa sikapku beberapa tahun ke belakang banyak yang kurang baik juga, ada juga yang awalnya niat baik tapi menghasilkan sesuatu yang tidak baik karena, misal, masalah itu tidak perlu ada ikut campur orang ketiga. Intinya semenjak menyadari hal-hal tersebut, selain merasakan rasa malu karena sudah melakukan hal-hal bodoh, belakangan aku berusaha untuk memperbaiki itu semua. Kadang sulit karena kebiasaan itu otomatis muncul ketika sedang bersama lingkaran pertemanan yang sama, tapi aku berusaha untuk menjadi lebih baik (walaupun sedikit) dibanding setahun yang lalu. Aku harap aku bisa menjadi orang yang lebih baik lagi, bisa mengontrol responsku terhadap segala sesuatu, bisa menjadi teman yang lebih baik lagi untuk mereka.

Kembali ke topik awal, hari ini aku beberapa kali pulang ke rumah untuk ganti baju dan lain-lain. Setiap aku pulang ke rumah, aku selalu merasakan perasaan yang sama. Aku selalu merasakan perasaan aneh, kosong. Aku menyadari kalau aku juga selalu merasakan hal yang sama sejak bertahun-tahun yang lalu ketika pulang ke rumah sehabis berkumpul dengan mereka. Setiap berkumpul dengan mereka, aku rasanya "penuh", tetapi setiap pulang ke rumah, aku selalu merasakan ada sesuatu yang kosong dan kurang. Rasanya tidak ingin pulang, inginnya berkumpul dengan mereka terus.

Apakah ini adalah perasaan yang wajar?

Thursday, June 2, 2022

Diabaikan

Aku sering sekali merasa diabaikan, dikucilkan, tidak diapresiasi sejak kecil. Mulai dari keluarga besar Papa—yang sejujurnya aku juga tidak tahu apa alasannya—yang kadang menunjukkan sikap seperti tidak peduli denganku dan hanya memedulikan yang lain, ditinggal pergi, mereka main ke suatu tempat, tapi aku tidak diajak. Apa mungkin karena aku adalah anak yang pemalu, pendiam, dan cengeng dulu makanya mereka tidak suka padaku? Entahlah. Hanya mereka yang tahu alasannya. Bahkan ini masih aku rasakan kira-kira sampai aku SMP atau SMA. Kemudian aku juga pernah dijauhi oleh teman-teman TK. Ada momen-momen di mana aku tiba-tiba diusir dari tempat duduk yang sudah aku pilih karena mereka ingin duduk bersebelahan, ada pula momen aku dijauhi karena hal-hal yang tidak aku lakukan. Aku ingat sekali ini perkara krayon baru temanku. Dia bilang, ‘boleh pinjem, tapi gak boleh patah, ya’. Semua teman-teman yang berada di satu meja panjang itu meminjam krayonnya. Ketika giliranku, baru ketahuan ada satu krayon yang patah dan aku bilang bahwa krayon itu sudah patah sejak pertama aku pegang, bukan patah olehku. Awalnya temanku mengerti dan tidak mempermasalahkan. Namun, tidak lama dari situ tiba-tiba mereka semua berbisik-bisik melirik padaku dan mulai menjauhiku. Mereka menyalahkanku terus menerus padahal sudah aku jelaskan kejadiannya seperti apa. Sepertinya ini hanya salah satu kejadian yang pernah aku alami. Aku tidak ingat yang lainnya, tapi aku seperti merasakan masih ada luka lainnya yang tertinggal dari masa TK-ku. Saat duduk di bangku SD pun aku sering merasakan tiba-tiba dimusuhi, diam-diam ditinggalkan tidak diajak main, dibicarakan tentang hal-hal yang tidak aku lakukan—bahkan untuk hal ini pernah ada yang membicarakanku atas sesuatu yang tidak aku lakukan dan mereka membicarakanku saat berada di meja yang sama, hanya saja mereka berkomunikasi lewat surat. Aku diabaikan, tidak diajak berbicara, mereka pergi ke mana-mana hanya berdua padahal aku ada benar-benar di tengah-tengah mereka posisinya. Banyak sekali kenangan-kenangan aku ditinggalkan, tidak diajak main, dll. Sewaktu SMP sepertinya tidak banyak momen-momen seperti itu. Aku hanya pernah merasakan tiba-tiba disindir karena setelah sekitar seminggu masuk sekolah, aku tiba-tiba menggunakan kacamata. Jujur konyol sekali kejadian itu. Aku awalnya tidak sadar kalau itu menyindirku sebelum temanku yang memberitahu karena aku memakai kacamata di hari itu bukan untuk bergaya, tapi aku tidak bisa melihat tulisan di papan tulis dengan jelas. Entahlah, di awal masuk SMP sepertinya temanku yang satu itu agak kurang suka denganku karena sering menyindir ini itu, padahal kerjaanku hanya diam dan menangis di pojokan karena aku masih malu dan takut, belum bisa beradaptasi dengan sekolah dan teman-teman baru. Kemudian saat SMA, aku pernah berteman dekat dengan salah satu teman laki-laki—kebetulan aku naksir juga. Kami sangat akrab. Namun, entah mengapa dalam semalam tiba-tiba dia berubah. Ketika aku menyapanya, aku seperti transparan, tidak nampak di depannya. Teman-teman yang lain disapa, tapi aku tidak disapa sama sekali. Setelah bertahun-tahun baru aku tahu alasannya mengapa dia tiba-tiba seperti itu. Ternyata ada yang cemburu akan kedekatanku dengan dia. Itu ketika kelas 10. Ketika kelas 11, aku pernah merasa tidak diapresiasi atas sesuatu yang telah aku “ciptakan”. Aku tidak sengaja mendengar malah teman sekelompokku yang lain yang dipuji, padahal aku yang membuatnya. Pada saat itu aku merasa tidak adil karena merasa harusnya aku yang mendapat apresiasi. Setelah itu ada kejadian aku diabaikan dan dijauhi oleh teman-teman satu circle-ku tanpa penjelasan apa-apa. Ditanya ada apa, aku punya salah apa juga mereka berkelit bilang bahwa tidak ada apa-apa. Namun, tiba-tiba berapa bulan kemudian aku diforum di satu ruangan bersama beberapa orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan masalah yang dibicarakan, yang seharusnya tidak ada di situ. Mereka tidak menyukai beberapa sikapku, dan aku juga mengakui dan sadar memang ada beberapa sikapku yang tanpa kusadari mengganggu untuk orang lain—beberapa yang lain aku punya alasan sendiri dan sepertinya mereka kurang bisa memahami karena tidak merasakan ada di posisiku. Setelah itu pun aku mulai memperbaiki diri, memperbaiki beberapa sikapku, berusaha menjadi lebih baik agar tidak membuat orang lain tidak nyaman. Namun, cara yang mereka lakukan masih membekas sampai sekarang—mulai dari detik mereka menjauhi aku, mengabaikan aku, dan membuat “forum” di tengah-tengah beberapa orang yang seharusnya tidak perlu ikut ada di situ dengan embel-embel mengajakku main. Aku ingat sekali betapa senangnya aku di hari itu karena akhirnya aku diajak main bersama mereka lagi setelah sekian lama aku melihat mereka sering main bersama pergi ke sana ke mari tanpa mengajakku (jelas, karena mereka mau membicarakanku). Haha, bahkan sampai ketika pulang sekolah pun aku sering ditinggal sendiri tanpa pamit oleh teman yang sering pulang bersama (rumah kami searah). Aku kegirangan mengira mereka sudah mau bermain denganku lagi, ternyata mereka malah mempermalukanku di “forum” itu. Mungkin niat mereka tidak untuk mempermalukanku, hanya untuk menyampaikan dan menyelesaikan ketidaknyamanan mereka terhadapku. Namun, dengan adanya orang yang tidak berkepentingan di sana jatuhnya jadi mempermalukan aku.

(Aku akui cerita kelas 11 ku ini aku tulis dengan emosi yang meluap yang rasanya masih sama seperti 6 tahun yang lalu. Entah tulisan ini akan terlihat seperti orang yang dendam atau bagaimana, yang jelas aku hanya butuh menumpahkannya dalam tulisan karena walaupun kami sekarang sudah berteman baik kembali semua, tapi setiap aku ingat kejadian itu rasanya masih sangat sakit dan sangat membekas.)

Lalu, entah kenapa setiap aku berbicara/bercerita pada teman-teman rasanya seperti tidak ada yang mendengarkan. Ada yang setelah aku selesai berbicara dia bertanya lagi dan akhirnya aku ceritakan ulang. Kadang mereka sering ter-distract hal lain, atau malah ada yang di saat aku berbicara, tiba-tiba teman yang lain berbicara juga membicarakan topik lain.

Aku rasa itu semua yang membentuk aku yang ada di hari ini, yang ketakutan ketika orang orang mulai mengabaikan aku, perhatiannya mulai berkurang padaku karena hal lain, ketakutan mereka akan meninggalkan aku tiba-tiba tanpa bilang apa-apa.

Mungkin orang-orang tidak sadar karena aku hanya diam saja. Di saat aku berusaha berbicara tapi dipotong orang lain terus-menerus, aku hanya bisa diam, mengalah tidak jadi berbicara karena omongan teman yang lain lebih didengar. Waktu aku coba berbicara, tapi tidak terlalu dipedulikan juga akhirnya aku tidak menyelesakan kalimatku dan diam. Sewaktu ada yang mulai menjauh dari aku juga aku hanya diam memperhatikan dan berpikir kenapa orang itu tiba-tiba berubah.

Sepertinya aku ini hidup berpuluh tahun dengan luka-luka yang tidak kusadari belum sembuh sejak aku kecil ya?

Sunday, May 22, 2022

Gelas yang Kosong

Aku ngeliat semua kesedihan dan kesepian yang aku rasain mungkin kurang lebih setahun ke belakang dan mulai kepikiran.. aku kangen sama aku yang ada di 2019. Aku yang merasa sangat bersyukur dan merasa ‘penuh’ dengan semua yang aku punya. Aku yang bisa melihat segala sesuatu dari sisi baiknya. Aku yang tidak menggantungkan kebahagiaan aku terhadap orang lain. Aku yang bisa menularkan bahagia itu pada orang lain. I was full of gratitude back then.

Beberapa bulan ke belakang aku bertanya-tanya waktu ngeliat orang terdekat aku lagi di posisi yang mungkin kurang baik juga, aku mikir “kok kayanya dulu aku bisa menghibur dia—dan mereka semua yang pernah aku support—ya? Padahal ya aku ga punya apa-apa juga untuk ditawarkan, tapi rasanya aku bisa menghibur orang lain cukup dengan keberadaan aku di samping mereka. Kok sekarang beda ya? Kaya gak bisa aja gitu..”. Sampai kemarin, aku belum nemuin jawabannya.

Pagi ini aku sadar, gimana caranya aku bisa membuat gelas orang lain ‘penuh’ ketika gelasku sendiri ‘kosong’. I realized that I should be happy first, I should be fulfilled first before make the others happy and fulfill. Mungkin kalau diibaratkan sama lilin, kalau aku mau bantu lilin lain punya ‘cahaya’, bantu lilin lain menyala, otomatis aku harus punya si ‘cahaya’ itu dulu dong. Aku harus nyalain api aku dulu, baru aku bisa berbagi ke lilin lain supaya mereka nyala juga. Aku lupa dan gak sadar kalau aku sendiri udah ‘kering’ dan ‘kehabisan air’, aku lupa kalau ‘api’ aku sendiri udah mati. Tapi fokus aku malah ke air dan api orang lain yang habis dan mati. Ternyata selama ini aku hanya musingin ‘kenapa aku gak bisa bikin orang seneng kaya dulu lagi’ padahal yang seharusnya aku pikirin adalah gimana caranya aku bisa bikin diri aku sendiri seneng, bahagia, dan bersyukur lagi dengan semua yang aku miliki, bukan apa yang gak aku milikin dan gak bisa aku lakuin.

Mulai sekarang kayanya aku akan mulai berusaha buat bikin aku sendiri bahagia lagi terlebih dahulu. I will work on my own happiness first. I will be happy first before I make the others happy. I will fill my ‘cup’ first before I share my ‘water’ to other person’s ‘cup’. Aku si gak sabaran ini pasti bakal ngerasa “kenapa ya lama banget sampe ke titik aku bahagia dan ngerasa ‘penuh’ lagi kaya dulu?”, tapi aku bakal tetep berusaha buat sampe ada di titik itu. Walaupun aku tau, proses menemukan kebahagiaan di diri sendiri itu panjang dan bakal banyak naik turunnya. Aku mau bahagia lagi buat aku sendiri, orang-orang yang aku sayang, dan orang-orang yang ada di sekitar aku.

Saturday, February 19, 2022

Beranjak Dewasa

 Kemarin perasaanku rasanya mellow sekali.

Aku akan bercerita tentang salah satu teman dekatku, teman sedari kecil. Kami kenal semenjak aku pindah ke suatu kompleks di daerah Buah Batu saat aku masih kelas tiga SD. Kami sangat dekat. Mungkin sejak kuliah kami jarang main bersama karena rumah kami tidak lagi di kompleks tersebut dan kami memiliki kesibukan masing-masing. Namun, kami masih sering bertemu karena kegiatan karang taruna di kompleks tersebut. Ya, kami sudah pindah ke daerah lain, tetapi kami masih bergabung dengan karang taruna di sana. Kami juga masih sering saling kontak untuk mengobrol. Sejak akhir tahun kemarin Dia mulai mempersiapkan pernikahannya dengan pacarnya. Biasanya aku hanya ikut berbahagia karena Dia sudah akan menuju ke jenjang yang lebih serius--sesekali ada perasaan ingin menikah juga tiap lihat Dia update tentang persiapan pernikahannya ha ha ha ha. Namun, entah kenapa, kemarin rasanya mellow sekali saat ingat dia akan menikah. Padahal menikahnya masih sekitar sembilan bulan lagi. Dan biasanya juga tidak sebegitunya, kok. Perasaan sedih ini muncul sepertinya karena aku tiba-tiba teringat ketika kami masih kecil, bersepeda bersama, bermain masak-masakan, dan lain-lainnya. Aku teringat masa-masa di mana kami masih memikirkan tentang main dan jajan saja tiap bertemu. Bertengkar karena hal-hal kecil. Tarawih bersama di masjid (sembari dimarahi ibu-ibu kompleks karena kami sangat berisik dan kerjaannya ngemil terus sambil solat). Semua momen-momen itu terngiang-ngiang di kepalaku kemarin. Rasanya tidak nyata, kenapa tiba-tiba Dia sudah dilamar orang? Bukannya kemarin kami masih bermain sepeda keliling kompleks bersama? Ada perasaan tidak terima (?) karena kita sudah sebesar ini dan ternyata sudah di tahap harus siap dengan hal-hal yang dewasa (bekerja, menikah, dll). Sedih karena ternyata semakin hari kami semakin besar, semakin dewasa, semakin bertambah umur. Benar-benar tidak nyata rasanya.

Sepertinya kalau teman-teman dekatku ada yang menikah juga, aku akan merasakan perasaan ini lagi.

Wednesday, December 22, 2021

Masa Pertemanan yang Kuharap Tidak Pernah Berakhir

Dua hari yang lalu, 20 Desember 2021, hari yang kutunggu-tunggu akhirnya datang. Hari di mana aku dinyatakan lulus setelah sidang Tugas Akhir. Melegakan sekali rasanya bisa lulus setelah melalui banyak hambatan sebelumnya dan harus menambah semester. Membahagiakan walaupun rasanya masih tidak nyata. Entah karena suasananya yang kurang mendukung karena sidang kemarin diadakan secara daring atau karena masih ada sisa tanggung jawab--masih ada beberapa tugas UAS untuk mata kuliah pengganti skripsi yang aku kontrak.

Dua hari kemarin rasanya aku masih sangat menikmati pencapaianku itu. Namun, di saat grup Whatsapp yang isinya teman-teman dekatku selama kuliah mulai ramai lagi, tiba-tiba aku mulai merasa takut. Kemarin malam sih aku belum sadar apa yang aku rasakan. Aku hanya tiba-tiba mulai memikirkan 'gimana ya kalau nanti aku nikah, taunya dia gak dibolehin dateng sama pacarnya'. Aku memikirkan situasi itu karena di antara aku dan salah satu temanku itu sempat ada sesuatu yang terjadi. Aku mulai merasa ketakutan, merasa tidak rela kalau temanku itu nanti tidak bisa datang. Aku benar-benar ingin semua teman-temanku hadir merasakan kebahagiaan yang aku rasakan nanti. Cukup jauh bukan imajinasiku?

Sampai di malam kemarin aku masih berpikir kalau pikiran dan perasaan itu muncul karena 'hal' yang pernah terjadi sebelumnya, tapi malam ini aku sadar. Aku sadar bahwa aku ketakutan dan sadar apa yang membuatku ketakutan. Bukan hanya karena konflik yang pernah ada di antara aku dan temanku ini saja. Melainkan perasaan terdalamku mulai menyadari, kami berlima mulai lulus satu persatu. Kami berasal dari berbagai kota yang berbeda--ada satu yang tinggal di Bandung juga sih. Artinya, saat kami sudah lulus, kami akan kembali ke kota masing-masing--sebenarnya (lagi) semenjak pandemi kami memang ada di kota masing-masing, tapi setidaknya kami masih sama-sama menjadi mahasiswa dari jurusan yang sama, memiliki kegiatan yang sama di kampus--dan akan kembali menjadi orang 'asing'. Bukan benar-benar jadi tidak saling mengenal lagi, tapi kami sudah kembali ke kehidupan masing-masing. Mungkin nanti ada yang duluan sibuk bekerja, ada yang mendalami hobinya, ada yang kuliah lagi mungkin keluar negeri, atau malah sibuk karena sudah berkeluarga. Intinya benar-benar memiliki kehidupan sendiri, tidak lagi ke mana-mana janjian, pergi bersama, melakukan ini itu bersama-sama. Aku takut menghadapi kenyataan bahwa masanya kami untuk bersama-sama mungkin akan perlahan-lahan berhenti mulai dari titik ini. Tidak berhenti berteman, tapi masa masa kami untuk sedekat ini sudah mulai berakhir. Rasanya sedih sekali ketika membayangkan kalau di masa depan kami tidak lagi sedekat sekarang, menjadi canggung terhadap satu sama lain, mereka tidak bisa hadir di waktu-waktu penting di hidupku.

Sedih, takut, dan tidak rela bercampur menjadi satu.

Aku berharap yang terbaik untuk mereka, untuk kami berlima. Aku ingin kami bahagia, sukses.. Tapi kalau aku boleh meminta, Tuhan, aku mohon supaya di kehidupan kami berlima yang aku doakan bahagia dan sukses itu masih ada kami berlima yang akrab, dekat, dan sama-sama selalu ada di setiap hal yang terjadi di hidup kami.

Tuesday, June 29, 2021

Patah Hati

Aku kira, aku tidak perlu merasakan hal seperti ini lagi jika bersamamu, Sayang.

Nyatanya, aku merasakannya.

Sudah beberapa hari ini. 

Bukan, bukan karena perpisahan. 

Namun, rasa sakit ini, rasanya seperti patah hati. 

Membaca dan Menulis

Hari ini rasanya tiba-tiba ingin menulis. Mari kita bahas tentang hobi membaca dan menulisku. Sejak kecil, aku selalu dibiasakan untuk memba...